Iklan Dinas PUPR Aceh Barat

IPE Paparkan Tantangan dan Solusi Pengembangan Tambang di Aceh Barat: Butuh Dukungan Infrastruktur dan Kebijakan Tepat

Direktur PT. Indonesia Pacific Energy (IPE), Achmad Yani Arief

BSINews.id | Aceh Barat – Direktur PT. Indonesia Pacific Energy (IPE), Achmad Yani Arief, menyampaikan paparan komprehensif terkait perkembangan, tantangan, dan harapan perusahaan tambang batubara tersebut dalam acara presentasi rencana pembangunan infrastruktur pertambangan di Ruang Rapat Bupati Aceh Barat.

Dalam forum yang dihadiri oleh Bupati Aceh Barat, Ketua dan Wakil Ketua DPRK, Ketua Pansus, Sekda, serta perwakilan SKPK, Yani menyampaikan bahwa PT IPE bersama mitranya, PT Agrabudi Jasa Bersama (AJB), hadir bukan semata sebagai pelaku usaha, melainkan sebagai mitra pemerintah dalam mengemban amanah untuk menggali potensi sumber daya alam demi kesejahteraan masyarakat.

Iklan Dinas PUPR Aceh Barat

“Kami ini bekerja atas amanah pemerintah, bukan pemilik. Oleh karena itu, keberadaan kami seharusnya menjadi bagian dari solusi, bukan beban,” ujar Yani.

Yani menyinggung bahwa persepsi publik kadang keliru, menyamakan keberadaan perusahaan tambang sebagai “handuk yang tergantung di kamar mandi”—terlihat ada aktivitas, padahal kosong. Ia menegaskan bahwa selama ini belum banyak forum resmi yang memungkinkan perusahaan menyampaikan progres secara terbuka, sehingga pemahaman masyarakat perlu diluruskan.

Yani memaparkan data statistik bahwa sektor pertambangan di Aceh Barat telah menyumbang hampir 25% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah. Ia membandingkan kontribusi 14 miliar rupiah di tahun 2010 yang kini melonjak menjadi sekitar 260 miliar rupiah di tahun 2023, sebelum turun karena penurunan harga batubara internasional.

BACA JUGA:  Diprotes Langsung di Depan Massa, Ini Respons Humas PT. AJB

Ia juga menyoroti bahwa perusahaan pertambangan seperti IPE menyerap ratusan tenaga kerja langsung dan menciptakan efek berganda melalui kerja sama dengan bengkel lokal, vendor alat berat, hingga warung dan pesantren.

Namun, Yani mengakui bahwa perusahaan belum beroperasi secara efisien karena terbatasnya infrastruktur penunjang, seperti jalan khusus dan pelabuhan. Produksi IPE saat ini hanya mencapai 188 ribu ton per tahun, jauh dibandingkan MIFA Bersaudara yang memproduksi hingga 10 juta ton per tahun dan menyerap 3.000 tenaga kerja.

“Kami juga ingin menjadi seperti MIFA. Tapi kami terhambat oleh keterbatasan infrastruktur. Bisnis kami rugi jika terus beroperasi tanpa efisiensi,” kata Yani.

Yani menekankan bahwa jika rencana jangka panjang infrastruktur pertambangan terealisasi hingga tahun 2045, IPE dapat menyumbang hingga Rp 3,1 triliun ke kas negara, sementara kontribusi ke Aceh Barat sendiri diproyeksikan mencapai Rp 1,5 triliun, setara dua perusahaan tambang aktif.

Di sisi lain, CSR yang diberikan IPE saat ini baru mencapai Rp 340 juta karena penjualan masih kecil. Namun, bila infrastruktur rampung dan ekspor dimulai, dana CSR bisa melonjak hingga Rp 400 miliar.

IPE mengusulkan pembangunan jalan khusus tambang sepanjang 22 km yang menghubungkan tambang mereka dengan pelabuhan, dengan rencana pelaksanaan selama 3 tahun melalui konsorsium bersama AJB dan mitra lainnya. Namun sambil menunggu jalan ini selesai, IPE berharap dapat melanjutkan penggunaan jalan umum secara sementara hingga izin penggunaan jalan berakhir pada 31 Juli 2025.

BACA JUGA:  485 Warga Binaan Lapas Meulaboh Terima Remisi Dasawarsa, 4 Orang Langsung Bebas

“Kami tidak bisa menunggu 3 tahun tanpa beroperasi. Oleh karena itu, kami mohon solusi dari Pak Bupati agar ada perpanjangan izin sementara,” harap Yani.

Yani juga mengingatkan bahwa batubara Aceh Barat termasuk jenis batubara muda, dengan nilai pasar yang rendah. Cadangannya pun terbatas, sekitar 1 miliar ton secara total di seluruh Aceh Barat, sehingga kebijakan pemerintah tidak bisa hanya bersandar pada sektor tambang semata.

Ia menutup dengan menyatakan bahwa zona tektonik aktif, risiko gempa, dan tsunami membuat investasi infrastruktur di Aceh Barat tidak semudah di daerah lain seperti Kalimantan. Karena itu, dukungan konkret dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk menjadikan tambang sebagai katalis ekonomi yang berkelanjutan.

Penulis: ARIFFAHMIEditor: Redaksi