Iklan Dinas PUPR Aceh Barat

Satu Dekade HSN, Ketum HMI Meulaboh Sebut Dinas Pendidikan Dayah Harus Gencar Adakan Sosialisasi

Ketua HMI Cabang Meulaboh, Aris Munandar saat berdiskusi dengan lintas organisasi. (Foto: Dokumen pribadi)

BSINews.id | Aceh Barat – Setiap tanggal 22 Oktober bangsa Indonesia memperingati hari Santri Nasional (HSN). Tahun ini peringatan tersebut memasuki tahun ke-10 sejak dimulainya HSN tahun 2015.

Mamasuki satu dekade HSN, Kementrian Agama merilis tema “Menyambung Juang Merangkul Masa Depan”. Tema ini mengangkat makna yang mendalam dan relevan dengan konteks saat ini.

Iklan Dinas PUPR Aceh Barat

Bendahara Umum HMI Cabang Meulaboh, Fivi Sundari berharap peringatan HSN yang setiap tahun diselenggarakan jangan bersifat ceremony semata, melainkan harus bermanfaat bagi santri, tenaga pengajar dan pesantren khususnya.

Menurut Fivi, peringatan HSN seharusnya juga diisi dengan kegiatan yang memiliki semangat produktif dan tentunya konstruktif. Kegiatan tersebut, kata dia, penting dilakukan, mengingat kekerasan terhadap anak di pesantren masih sering terjadi.

”Oleh karena itu tenaga pengajar harus dibekali dengan metode disiplin yang mendidik, bukan malah menciptakan justfikasi kesalahan terhadap santri yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang serta ketidakpastian hukum,” ujar Fivi di Meulaboh, Selasa, 22 Oktober 2024.

Fivi Sundari mengatakan, praktik kekerasan di lembaga pendidikan agama pun masih langgeng terjadi lantaran mendidik dengan cara salah menafsirkan teks agama.

”Akibat sistem mendidik yang salah, Islam dianggap permisif dengan tindakan kekerasan terhadap santri yang bertujuan menanamkan kedisiplinan,” katanya.

Senada dikatakan Ketua umum HMI Cabang Meulaboh, Aris Munandar, berharap Dinas Pendidikan Dayah Aceh Barat dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Aceh Barat gencar melakukan sosialisasi tentang stop kekerasan pada anak.

BACA JUGA:  UNH Wisuda 229 Sarjana, Lulusan Diminta Dapat Berkiprah di Masyarakat

Kedua instansi tersebut, ucap dia, seharusnya juga dapat membentuk program pesantren ramah anak, pendampingan hukum terhadap anak dan pola asuh yang mengedepankan kode etik konseling. Pembentukan program ini perlu dilakukan, agar tindakan kekerasan terhadap anak lenyap dengan semestinya.

“Kedua instansi ini diharapkan dapat memperkuat kegiatan sosialisasi di setiap dayah berkaitan dengan kekerasan terhadap anak, meski tanpa anggaran. Namun harus terlaksana secara baik karena situasi menuntut kita untuk diadakan kegiatan sedemikian rupa,” tuturnya.[]