BSINews.id | Banda Aceh – Mantan anggota Tim Perunding Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki 2005, Munawar Liza Zainal, mengingatkan bahwa masyarakat Aceh perlu kompak dalam mempertahankan keistimewaan yang dimiliki daerah ini. Hal tersebut ia sampaikan usai menjadi narasumber Diskusi Publik Refleksi 20 Tahun Damai Aceh di UIN Ar-Raniry, Selasa (12/8/2025).
Menurutnya, salah satu persoalan yang dihadapi selama ini adalah narasi yang berkembang di Jakarta yang kerap menyamakan Aceh dengan provinsi lain, padahal Aceh memiliki status otonomi khusus dengan kewenangan penuh di enam bidang, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006.
“Kita sering tidak mengulang-ulang keistimewaan kita. Padahal, yang otonomi khusus itu bukan hanya dananya, tapi Aceh itu self-government. Kalau kita sendiri yang melemahkan posisi ini, tentu akan merugikan Aceh,” tegasnya, Selasa 12 Agustus 2025.
Munawar juga menyoroti narasi bahwa keberhasilan perdamaian Aceh hanya disandarkan pada tokoh-tokoh di Jakarta. Ia menegaskan, proses damai tidak akan terjadi tanpa peran besar rakyat Aceh, kombatan, dan para perunding dari Aceh, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
“Yang pertama berjasa itu orang Aceh, kombatan yang bertahan selama konflik, perunding-perunding Aceh, para tahanan, hingga anak-anak muda yang ikut dalam proses perundingan. Tanpa mereka, Indonesia tidak akan mau berunding,” ujarnya.
Ia menambahkan, tsunami 2004 memang mempercepat proses perundingan, namun inti dari keberhasilan itu adalah konsistensi perjuangan dan kekompakan rakyat Aceh.
Ke depan, Munawar mendorong agar setiap kebijakan pemerintah pusat yang berkaitan dengan Aceh tidak dibuat sepihak.
“Jakarta harus mau mendengar dan mempelajari tentang Aceh. Jangan sampai kebijakan untuk daerah ini hanya dibuat di atas meja tanpa memahami kondisi lapangan,” pungkasnya.