BSINews.id | Banda Aceh – Anggota tim perunding Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam perjanjian damai Helsinki, Shadia Marhaban, menilai 20 tahun perdamaian Aceh telah membawa banyak perubahan positif bagi masyarakat, meski masih menyisakan pekerjaan rumah yang perlu terus dikawal.
“Alhamdulillah, sudah 20 tahun kita damai. Kalau dulu konflik sangat berat, rakyat sengsara dan takut mencari nafkah, sekarang ekonomi dan pendidikan jauh membaik. Tapi ekspektasi terhadap perdamaian ini harus tetap kita jaga dan kontrol,” ujarnya saat diwawancarai, Kamis (14/8).
Shadia mengingat masa awal perundingan Helsinki, ketika pihaknya sempat ragu implementasi kesepakatan bisa berjalan. Namun, seiring waktu, ia melihat sejumlah poin penting dalam MoU Helsinki berhasil dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia, sehingga rasa percaya pun meningkat.
Menurutnya, salah satu capaian penting pascaperdamaian adalah meningkatnya partisipasi perempuan dalam berbagai bidang.
“Di kampus UIN, misalnya, jumlah mahasiswa perempuan lebih banyak dari laki-laki. Perempuan juga aktif di perdagangan, bisnis, pariwisata, pendidikan, bahkan bidang keagamaan,” katanya.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa peluang tidak datang begitu saja. “Kesempatan untuk perempuan sudah terbuka, tapi kita harus punya kapasitas dan sikap untuk merebutnya. Perempuan Aceh dari dulu punya potensi maju, tinggal bagaimana mengembangkannya,” tambah Shadia.
Ia berharap generasi muda Aceh siap mengambil peran dalam menjaga dan mengisi perdamaian.
“Kami yang dulu memperjuangkan perdamaian sudah mulai tua. Sekarang giliran anak-anak muda Aceh untuk menjaga dan mengisinya dengan pendidikan yang tinggi dan ekonomi yang positif,” pesannya.