Ekonom Serukan Perbaikan Anggaran dan Tata Kelola Negara

Para panelis memaparkan pandangan dalam Diskusi Publik “7 Desakan Darurat Ekonomi” di FEB USK, Banda Aceh. Selasa (14/10/2025). Foto: Malika Islami Arifa.

BSINews.id | Banda Aceh – Para ekonom dari Universitas Indonesia dan Universitas Syiah Kuala mendesak pemerintah untuk segera melakukan perbaikan menyeluruh terhadap tata kelola anggaran dan struktur perekonomian nasional yang dinilai semakin menjauh dari cita-cita keadilan sosial. Desakan itu disampaikan dalam Diskusi Publik: “7 Desakan Darurat Ekonomi” yang digelar oleh Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (FEB USK) bekerja sama dengan Aliansi Ekonom Indonesia (AEI), Selasa (14/10/2025).

Dua ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Milda Irhamni dan Rizki Nauli Siregar, mengungkapkan bahwa kualitas hidup masyarakat Indonesia terus menurun secara sistemik, meski angka pertumbuhan ekonomi nasional terlihat stabil di kisaran 5 persen.

Iklan Dinas PUPR Aceh Barat

“Pertumbuhan ekonomi kita tidak lagi inklusif. Upah riil hanya tumbuh sekitar satu persen, jauh di bawah pertumbuhan PDB. Ini berarti pertumbuhan hanya dirasakan oleh segelintir pihak, bukan masyarakat luas,” ujar Milda, di ruang diklat FEB USK, Selasa (14/10/2025)

Ia menjelaskan, kondisi tersebut merupakan dampak dari akumulasi kebijakan yang tidak berpihak pada pemerataan dan kesejahteraan rakyat. Banyak kebijakan, katanya, tidak didasarkan pada data dan bukti ilmiah yang memadai.

Sementara itu, Rizki Nauli Siregar menyoroti misalokasi anggaran yang dinilai semakin lebar, terutama pada program-program yang bersifat populis. Ia menyebut perlunya evaluasi terhadap belanja negara yang seharusnya diarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan penguatan ekonomi masyarakat.

BACA JUGA:  Angka Perceraian Tinggi di Aceh, RSAN Soroti Penelantaran Anak

“Belanja negara terlalu banyak diarahkan ke program populis jangka pendek. Anggaran pendidikan harus dikembalikan sesuai amanat konstitusi, digunakan untuk memperluas akses dan meningkatkan kualitas pembelajaran, mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi,” ujarnya.

Para ekonom juga menyoroti dominasi lembaga negara dalam sektor ekonomi yang justru menghambat daya saing dan pertumbuhan swasta lokal. Melalui Desakan Ketiga, mereka meminta pemerintah menghentikan keterlibatan berlebihan BUMN, TNI, dan Polri dalam aktivitas ekonomi.

“Ketika lembaga negara terlalu dominan, pasar menjadi tidak kompetitif. UMKM dan pelaku usaha swasta sulit berkembang. Negara seharusnya menciptakan ruang yang adil bagi semua pelaku ekonomi,” kata Milda.

Selain soal anggaran dan peran negara, para ekonom menegaskan perlunya peningkatan kualitas institusi dan tata kelola pemerintahan sebagaimana tertuang dalam Desakan Ketujuh. Mereka mendorong penerapan sistem berbasis meritokrasi dalam rekrutmen pejabat publik serta pelarangan rangkap jabatan di BUMN maupun perusahaan swasta.

“Konflik kepentingan adalah akar dari banyak masalah ekonomi kita. Pejabat publik harus fokus pada tugasnya, bukan merangkap di dunia bisnis. Demokrasi dan tata kelola negara perlu disehatkan kembali agar publik kembali percaya,” tegas Rizki.

Diskusi publik yang juga menghadirkan Saiful Mahdi (FMIPA USK) dan DChenny Seftarita, (ISEI Banda Aceh) yang menyoroti berbagai indikator krisis sosial ekonomi yang kini dihadapi Indonesia, mulai dari ketimpangan upah, meningkatnya pengangguran muda, hingga lemahnya kebijakan berbasis bukti.

BACA JUGA:  Harga Cabai dan Tomat Naik di Hari Meugang di Pasar Keutapang

Di akhir sesi, para ekonom sepakat bahwa Indonesia membutuhkan reformasi ekonomi dan institusional yang berlandaskan pada keadilan sosial, transparansi, dan keberpihakan pada rakyat kecil.

“Kita harus mengembalikan arah pembangunan pada cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tanpa itu, pertumbuhan ekonomi hanya akan menjadi angka di atas kertas,” tutupnya.

Penulis: MALIKA ISLAMI ARIFAEditor: Redaksi