BSINews.id | Banda Aceh – Anggaran rehabilitasi rumah dinas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) senilai Rp4,67 miliar menuai sorotan publik. Nilai tersebut dinilai terlalu besar dan dinilai setara dengan biaya pembangunan rumah dinas baru.
Pekerjaan yang dilaksanakan oleh CV. Pati Planing Grup itu tercatat di laman LPSE Aceh dengan nilai kontrak Rp4.677.263.405, menggunakan mekanisme e-katalog (epurchasing), bukan tender terbuka.
Ketua Transparansi Tata Kelola Indonesia (TTI), Nasruddin Bahar, menilai mekanisme penunjukan dan nilai penawaran kontraktor patut dikaji ulang.
“Dari data yang kami lihat, penawaran CV Pati Planing hanya 0,5 persen di bawah HPS atau 99,5 persen dari nilai pagu. Ini menunjukkan indikasi adanya pengaturan pemenang dalam proses e-katalog konstruksi versi 6 mini kompetisi,” ujarnya, Rabu (15/10/2025).
Nasruddin meminta Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) Aceh melakukan probity audit terhadap proyek tersebut. Menurutnya, biaya rehab sebesar itu tidak relevan dengan luas bangunan rumah dinas yang ada saat ini.
“Kalau rumah dinas Ketua DPRA tipe 300, berarti biaya rehab per meternya mencapai sekitar Rp15 juta. Itu sudah setara biaya membangun rumah baru,” tegasnya.
Ia menilai pemerintah Aceh seharusnya lebih berempati terhadap kebutuhan masyarakat.
“Tahun ini program rumah layak huni hanya terealisasi sekitar 1.470 unit dari target 2.000 unit, dengan alasan 530 unit belum memenuhi verifikasi. Sementara fasilitas dewan justru dibuat mewah,” ujarnya.
TTI juga menemukan dalam sistem SiRUP LPSE Aceh bahwa total anggaran rehab rumah dinas anggota DPRA mencapai Rp48 miliar, belum termasuk pengadaan perlengkapan rumah seperti tempat tidur, lemari, dan perabot lain yang nilainya juga mencapai miliaran rupiah.
Nasruddin meminta Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), untuk lebih selektif dan sensitif terhadap alokasi anggaran yang diusulkan oleh satuan kerja perangkat Aceh (SKPA).
“Anggaran harus diarahkan untuk kebutuhan publik, bukan untuk kemewahan fasilitas pejabat. Masih ada paket-paket janggal seperti pengadaan gorden kantor bernilai miliaran atau papan informasi di dinas tertentu hingga Rp3 miliar,” katanya menutup.


