BSINews.id | Banda Aceh – Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (ALAMP AKSI) Provinsi Aceh mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung untuk menelusuri dugaan praktik jual beli rekomendasi dan izin eksplorasi pertambangan di wilayah Barat Selatan Aceh.
Ketua DPW ALAMP AKSI Aceh, Mahmud Padang, mengatakan praktik yang diduga melibatkan sejumlah pejabat di tingkat gampong hingga kabupaten itu rawan gratifikasi dan penyalahgunaan kewenangan.
“Banyak rekomendasi dan surat dukungan yang diterbitkan tanpa musyawarah warga, bahkan tanpa sepengetahuan pemilik lahan. Ada pihak-pihak tertentu membawa peta lokasi lalu mengklaim lahan masyarakat hanya bermodal surat rekomendasi untuk perusahaan tambang. Ini jelas rawan disalahgunakan,” ujarnya, Jumat (17/10/2025).
Menurut Mahmud, praktik tersebut bertentangan dengan Qanun Aceh Nomor 15 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Mineral dan Batubara yang menegaskan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam setiap proses perizinan. Ia juga menyoroti UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020, yang melarang pemberian izin usaha pertambangan secara informal.
Lebih lanjut, Mahmud menyinggung PP Nomor 39 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Minerba, yang menekankan transparansi dan integritas dalam proses penerbitan rekomendasi. Pelanggaran terhadap aturan itu, katanya, bisa dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan gratifikasi sebagaimana diatur dalam UU Tipikor.
“Kalau surat rekomendasi dijadikan komoditas yang diperjualbelikan, ini bukan lagi sekadar pelanggaran administratif, tapi indikasi korupsi yang harus diusut,” tegasnya.
Mahmud juga memperingatkan agar pejabat daerah tidak menggunakan kewenangan administratif untuk memperkaya diri dengan menjual akses terhadap sumber daya alam. “Sumber daya alam Aceh harus dikelola untuk rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir orang,” katanya.
Ia menambahkan, wilayah Barat Selatan Aceh memiliki potensi besar di sektor minerba, namun tanpa pengawasan yang ketat, potensi itu bisa berubah menjadi bencana sosial dan lingkungan.
“Kami tidak menolak investasi. Tapi jangan sampai izin tambang diperoleh dari hasil transaksi gelap. Itu pengkhianatan terhadap semangat otonomi khusus Aceh,” ujarnya.
Mahmud menegaskan, pihaknya akan terus mengumpulkan informasi dan bukti dari masyarakat terkait dugaan jual beli rekomendasi dan izin eksplorasi.
“Sudah saatnya KPK dan Kejagung menurunkan tim ke Aceh. Jangan biarkan lahan rakyat dijadikan alat transaksi kotor antara pejabat dan perusahaan tambang,” pungkasnya.