Daerah  

Aceh Butuh Jalur Legal untuk Tambang Rakyat, Jangan Abaikan Sisi Kemanusiaan

Pemerhati intelijen Sri Radjasa. Foto: Dok. Pribadi.

BSINews.id | Banda Aceh – Pemerhati intelijen, Sri Radjasa menilai keputusan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), menghentikan seluruh aktivitas tambang ilegal adalah langkah berani dan strategis, namun ia mengingatkan perlunya jalan tengah antara hukum dan perut rakyat dalam penanganan tambang rakyat.

Menurut Sri Radjasa, kebijakan penertiban tambang ilegal penting untuk kelestarian lingkungan dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, ia mencatat ribuan penambang di sejumlah kabupaten kini kehilangan mata pencaharian dan memicu gejolak sosial.

Iklan Dinas PUPR Aceh Barat

“Mereka bukan kriminal, mereka hanya belum diberi jalur yang legal untuk bekerja. Jika tidak segera ada solusi, maka yang terjadi bukan ketertiban, melainkan keresahan,” tegasnya, Minggu (5/10/2025).

Sri Radjasa mendorong Pemerintah Aceh tidak hanya bertindak represif, tapi juga merancang strategi pemberdayaan melalui legalisasi tambang rakyat. Ia mengingatkan, ketegasan hukum perlu diimbangi keberpihakan pada rakyat kecil agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat.

Sebagai solusi, ia mengusulkan Pemerintah Aceh segera menyusun Qanun Pertambangan Rakyat Aceh sebagai solusi legal-struktural.

“Qanun ini penting untuk melahirkan mekanisme legal yang memungkinkan rakyat tetap bekerja dengan aman dan ramah lingkungan. Tanpa itu, Aceh akan terus berputar dalam lingkaran tambang ilegal, penindakan, dan kemiskinan,” ujarnya.

Ia menyoroti pentingnya contoh daerah lain di Indonesia yang sukses menata tambang rakyat secara partisipatif dan legal, seperti di Sintang dan Kapuas Hulu, serta pentingnya peran Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) sebagai mitra teknis dan sosial.

BACA JUGA:  PJ Bupati Aceh Barat Tinjau Kesiapan Venue PON

Di akhir pernyataannya, ia menegaskan perlunya pembentukan tim terpadu lintas instansi dengan pendekatan multidisipliner agar kebijakan tambang rakyat di Aceh berjalan adil secara hukum dan sosial.

“Negara harus menjadi jembatan antara hukum dan perut rakyat, bukan tembok di antara keduanya. Penertiban tambang ilegal memang perlu, tapi yang lebih penting adalah memberi rakyat jalan yang legal untuk hidup,” pungkasnya.