BSINews.id | Aceh Barat – Direktur PT. Magellanic Garuda Kencana (MGK), Tgk. H. Miswar Ridhaudinsyah, menegaskan bahwa perusahaan yang ia pimpin berkomitmen menjalankan aktivitas investasi di Aceh Barat dengan penuh tanggung jawab sosial dan hukum.
Pernyataan ini disampaikannya dalam acara Focus Group Discussion (FGD) bertema “Solusi untuk Kemajuan Investasi bagi Masyarakat Aceh Barat” yang difasilitasi oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh yang dihadiri berbagai unsur masyarakat, tokoh, organisasi, dan warga sekitaran tambang di wilayah Krueng Woyala dan juga turut hadir Anggota DPRK serta Pemerintah Kabupaten Aceh Barat.
Pentingnya Diskusi dan Kebijaksanaan
Dalam paparannya, Miswar menekankan lima aspek penting dalam memahami persoalan investasi: teori, praktik, pengalaman, judgement, dan wisdom. Menurutnya, diskusi adalah jalan terbaik untuk mencapai kebijaksanaan (wisdom) dalam menyelesaikan persoalan yang muncul.
“Tanpa wisdom, tidak akan ada solusi. Bahkan yang melanggar undang-undang pun ada jalan keluar sepanjang dibicarakan dengan kepala dingin,” ujarnya.
Sejarah Panjang dan Tantangan MGK
Miswar mengulas perjalanan PT MGK sejak memperoleh izin pada 2012 di masa Bupati Ramli MS. Perusahaan sempat vakum pada 2015 akibat insiden kapal, lalu dihidupkan kembali pada 2017 setelah ia kembali dari luar negeri. Ia mengaku sempat mundur karena tidak sepakat dengan praktik internal yang dianggap tidak sesuai aturan, hingga izin perusahaan sempat dicabut pada 2022.
“Pemulihan izin itu tidak mudah, hampir tiga tahun kami berjuang dengan biaya tidak kurang dari Rp8 miliar,” jelasnya.
Ia menekankan, investasi yang dijalankan menggunakan modal pribadi, bukan investor asing. Kapal-kapal operasional sebagian besar dikontrak dari pabrik Vietnam dengan skema transfer teknologi bagi tenaga kerja lokal.
Komitmen pada Aturan dan Tanggung Jawab Sosial
Miswar menegaskan, pihaknya siap memenuhi kewajiban pajak dan retribusi sesuai mekanisme pemerintah. Ia juga mengaku sudah melunasi sejumlah kewajiban lama sejak 2017.
“Kami kooperatif dengan pemerintah. Kalau ada kewajiban terkait pajak, tolong arahkan, insyaallah kami bayar sesuai aturan. Tidak mungkin kami lari dari kewajiban,” katanya.
Terkait kritik penggunaan jalan umum dan dampak lingkungan, ia meminta semua pihak melihat persoalan secara objektif. Menurutnya, PT MGK baru beroperasi efektif sejak Mei 2025, sehingga manfaat ekonomi maupun program pemberdayaan masyarakat (PPM) belum bisa maksimal.
“Kami sudah prioritaskan masyarakat sejak tahap uji coba. CSR bukan hanya bantuan, tapi ada program PPM yang sedang kami jalankan,” tambahnya.
Serangan Media dan Harapan Dialog
Miswar mengaku kecewa terhadap pemberitaan yang menurutnya cenderung menyerang dan memuat fitnah. Ia mencontohkan tudingan MGK sebagai “kolonial gaya baru” atau ilegal.
“Saya tidak pernah jawab di media karena saya bukan tipe orang yang suka berdebat di ruang publik. Saya berharap diberi kesempatan bicara langsung, termasuk di DPR, agar ada ruang klarifikasi,” ungkapnya.
Menyinggung KPPA dan Kelemahan Regulasi
Ia juga menyinggung polemik Koperasi Produsen Pertambangan Emas Yakni Koperasi Putra Putri Aceh (KPPA) yang disebut tidak memiliki Rencana Kerja dan Biaya (RKB) selama tiga tahun. Menurutnya, hal ini berpotensi pidana serius dan seharusnya pemerintah hadir memberi solusi.
“KPPA itu korban. Kalau tiga tahun tidak ada RKB, itu pidana besar. Pemerintah seharusnya memanggil semua pihak dan membantu melengkapi izin, bukan membiarkan,” tegasnya.
Pesan Penutup: Sapôe Pakat untuk Aceh
Menutup paparannya, Miswar menekankan pentingnya persatuan masyarakat Aceh dalam menghadapi tantangan investasi.
“Orang Aceh hari ini kekurangan sapôe pakat (kesepakatan bersama). Kalau ada kelemahan kami, tolong diarahkan. Mari kita jaga investasi di Aceh Barat dengan bijak demi kemaslahatan bersama,” pungkasnya.