BSINews.id | Aceh Barat – Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat, Edy Syahputra, meminta kepada Pj Bupati Aceh Barat untuk mencopot jabatan Wakil Direktur (Wadir) Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien (RSUD CND) Meulaboh.
“Kami meminta kepada Pj Bupati, panggil Wadir RSUD Meulaboh, dr Putri Fathiyah, sekaligus copot jabatannya karena sudah menangancam para tenaga kesehatan (nakes),” kata Edy, Sabtu, 3 Februari 2024.
Sebelumnya, disebutkan Edy, pejabat di RS tersebut melakukan pengancaman terhadap nakes lantaran sudah mengajukan permohonan rapat dengar pendapat (RDP) hingga menghadirinya pada Jumat kemarin.
Ia menilai pengancaman itu telah merusak dan mencedari moralitas jati diri pejabat di lingkungan Pemkab Aceh Barat. Apalagi, seorang pengancam menduduki jabatan strategis dan tertinggi bidang kesehatan.
“Wadis RS itu mengancam nakes yang hadir ke RDP perihal remunirasi dan rekrutmen nakes PPPK, akan diblacklist dan tidak diperpanjang kontrak. Bila dibiarkan, ditakuti ke depan akan ada intimidasi terhadap nakes lain,” ucapnya.
Menurut Edy, pernyataan pengancaman dari Wadir RS tersebut secara fundamental tidak boleh dilakukan. Sebab, Wadir tentunya tidak memiliki kewenangan melebih Direktur RSUD CND Meulaboh.
“Setingkat direktur saja tidak boleh mengancam, apalagi Wadir ya. Sebagai pimpinan seharusnya memberikan pemahaman dengan penuh etika dan tidak mengedepankan sifat emosi,” ujarnya.
“Padahal, RS tersebut milik Pemkab Aceh Barat bukan milik Wadir, di mana sumber dananya untuk nakes berasal dari daerah agar kemudian masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal,” sambungnya.
Selain itu ia menduga, data kongkrit tentang nakes di RSUD CND Meulaboh, baik berstatus tenaga harian lepas (THL), honorer dan pegawai negeri sipil (PNS), tidak dimiliki RS tersebut secara menyeluruh.
SK kontrak nakes juga diduga tidak diberikan pihak RS tersebut kepada setiap nakes. Hal itu, dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan hukum sama persis seperti kasus suntik mati beberapa tahun lalu.
“Atas dasar itu, kami mendesak eksekutif dan legislatif memanggil manajerial RS guna mengetahui secara menyeluruh total nakes dan pembiayaan gaji, diduga gaji nakes tersendat-sendat karena ditransfer kepada satu orang,” tukasnya.
APH dan Dewas
Edy Syahputra juga menyoroti aparat penegak hukum (APH) yang seharusnya melakukan penyelidikan atas berbagai persoalan terjadi di RSUD CND Meulaboh menyangkut dengan keuangan negara.
“Diduga APH tidak melakukan langkah upaya penyelamatan uang negara dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana, baik pengelolaan fisik atau non fisik di RS tersebut,” celetuknya, gamblang.
Kemudian, terkait keberadaan Dewan Pengawas (Dewas), RSUD CND Meulaboh, Edy menilai, Dewas tidak benar-benar melakukan kinerja sesuai fungsi dan tupoksinya.
“Kami mempertanyakan keberadaan Dewas yang menurut dugaan kami, Dewas tidak benar-benar bertindak dan menjalankan fungsi yang telah melekat pada mereka,” tandasnya.
Atas dasar itu, GeRAK Aceh Barat meminta kepada eksekutif memanggil manajerial RS tersebut untuk membahas berbagai persoalan, termasuk Peraturan Bupati (Perbub) Aceh Barat Nomor 39 Tahun 2015 tentang Sistem Remunerasi pada Badan Layanan Umum Daerah RS tersebut.
“Kami meminta kepada eksekutif agar bersikap tegas dalam menyelesaikan persoalan nakes di RSUD CND Meulaboh. Nah, terkait APH tadi kami juga akan menyurati pihak terkait di Banda Aceh dan Jakarta guna mempertanyakan kinerja APH di Aceh Barat,” pungkasnya.[]